Sabtu, 20 Agustus 2011

BINAR KEMERDEKAAN

Dari cahya yang kau
silaukan pada mata-mata sendu.
ku melihat ada binar yang meretas ke dalam labirin impian.

Dari waktu kebumian
yang merenteng detik , menit dan jam,
menuju ke perbendaran hari 17, bulan Agustus dan tahun 45.
ku melihat ada secercah harapan yang dibawakan sang rajawali, angsa, bahkan semut-semut embun
untuk meraih kesejahteraan dan kebahgiaan yang sejati.

Di lain angkasa persada,
garudamu yang mencengkram selendang Bhinneka Tunggal Ika itu telah dan sedang membawa kekuatan itu. Lalu, ia menukik dengan tangkasnya hinggap di pohon kemerdekaan. Dengan kepala-paruhnya menoleh ke kanan jantung pemimpin kami, seraya berteriak sedikit memekik:
"merdeka, mer-de-ka!"
sekali lagi: merdeka!
[Bangka, Agustus 2011]

Sabtu, 13 Agustus 2011

ketika puisi bernyanyi di pelengkung gading


bulu-bulu kuduk ini merinding,
ketika bait demi bait puisi dibacakan
di pelengkung gading yang setia menanti pelukanmu.

dari dan untuk wajah-wajah,
berdiri di kaki pintu gerbang benteng nurani,
swara-swara yang melontarkan kegalauan,
begitu dahsyat. membelah malam.

jiwa-jiwa dalam kecintaan bagi 4 mata 2 tubuh, lagi menyatu dalam kecipak embun malam
seperti sepasang merpati yang kian merapat dalam dingin fajar yang hampir menyapanya.

aku luluh terkesima,
huruf-huruf yang menjelma kata
tlah hidup dalam urat-urat nadi yang baru saja engkau,
juga mereka letupkan di gerbang penantian.

ketika puisi tlah berubah dalam perbuatan
semakin halus pekerti insan
ketika puisi bernyanyi di pelengkung gading
semakin dalam makna pada kecintaan hidup

di pelengkung gading itu,
semoga akan terus terdengar tembang kemerdekaan
demi kebebasan nurani,
kami nyanyikan puisi ini dengan nada-nada kami sendiri.
>yk-bnk>12 juli 2011